Kamis, 11 Maret 2021

Dursasana Peliharaan Istana

M. Shoim Anwar 

 DURSASANA  PELIHARAAN   ISTANA

Dursasana adalah durjana peliharaan istana

tingkahnya tak mengenal sendi-sendi susila

saat masalah menggelayuti tubuh negara   

cara terhormat untuk mengurai tak ditemukan jua

suara  para kawula melesat-lesat bak anak panah 

suasana kelam  bisa  meruntuhkan penguasa

jalan pintas pun digelindingkan roda-roda gila

dursasana  diselundupkan untuk memperkeruh suasana

kayak jaka tingkir menyulut kerbau agar menebar amarah

atau melempar sarang lebah agar penghuninya tak terima  

lalu istana punya alasan menangkapi mereka

akal-akalan purba yang telanjang menggurita
saat panji-panji negara menjadi slogan semata

para ulama  yang bersila di samping raja

menjadi penjilat pantat yang paling setia     

sambil memamerkan para pengikut yang dicocok hidungnya 

 

Lihatlah  dursasana

di depan raja dan pejabat istana

lagak polahnya seperti paling gagah

seakan hulubalang paling digdaya

memamerkan segala kebengalannya

mulut lebar berbusa-busa

bau busuk berlompatan ke udara

tak bisa berdiri  tenang atau bersila sahaja  

seperti ada kalajengking mengeram di pantatnya   

meracau mengumbar kata-kata

raja manggut-manggut melihat dursasana

teringat ulahnya saat menistakan wanita

pada perjudian mencurangi  tahta

sambil berpikir memberi tugas selanjutnya



Apa gunanya raja dan pejabat istana

jika menggunakan jasa dursasana untuk menghina

merendahkan martabat para anutan kawula

menista agama dan keyakinan para jamaah   

dursasana dibayar  dari  pajak kawula dan utang negara

akal sehat   tersesat di selokan belantara   

otaknya jadi sebatas di siku paha

digantikan syahwat kuasa menyala-nyala  

melupa sumpah yang pernah diujarnya  

para penjilat berpesta pora

menyesapi cucuran keringat para kawula   

 

Apa gunanya raja dan pejabat istana

jika tak mampu menjaga citra  negara

menyewa dursasana untuk menenggelamkan kawula 

memotong lidah dan menyurukkan ke jeruji penjara

berlagak seperti tak tahu apa-apa

menyembunyikan tangan usai melempar bara

ketika angkara ditebar dursasana

dibiarkan jadi  gerakan bawah tanah  

tak tersentuh hukum  karna berlindung di ketiak istana

 

Dursasana yang jumawa

di babak  akhir baratayuda

masih juga hendak membunuh bayi tak berdosa

lalu pada wanita yang pernah dinista kehormatannya

ditelanjangi dari kain penutup tubuh terhormatnya

ingatlah, sang putra memendam luka membara

dia bersumpah akan memenggal leher dursasana hingga patah

mencucup darahnya hingga terhisap sempurna    

lalu  si ibu yang tlah dinista martabatnya 

hari itu melunasi janjinya:  keramas  dengan darah dursasana

                                                                                    Surabaya, 2021


    Banyak orang yang sudah tahu cerita Mahabarata, salah satu dari dua wiracarita besar India Kuno yang ditulis dalam bahasa sansekerta, yang satunya lagi adalah Ramayana. Mahabarata menceritakan kisah perang antara Pandawa dan Korawa memperebutkan takhta Hastinapura. Dari 100  Korawa, yang terkenal adalah Dursasana. Kisah Mahabarata juga diceritakan dalam pewayangan Jawa. M. Shoim Anwar salah satu dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, menulis puisi tentang Dursasana yang berjudul "Dursasana Peliharaan Istana". 

    Dalam puisi diatas terdapat majas atau gaya bahasa, yakni pada larik "suara  para kawula melesat-lesat bak anak panah". Pada larik tersebut menggunakan majas simile, ungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung seperti "bak". 

    Puisi, juga banyak menggunakan lambang, yaitu penggantian suatu hal/benda dengan benda lain. Contohnya pada larik "ketika angkara ditebar dursasana", dalam puisi tersebut kata 'angkara' menjadi simbol kebengisan atau kekuragajaran. Penyair memilih kata 'angkara' karena angkara merupakan simbol dari sifat Dursasana yang bengis dan kurang ajar. Karena Dursasana pernah melucuti pakaian seorang wanita.

    Dalam puisi diatas, Shoim Anwar memilih kata-kata yang secara bunyi menghasilkan persamaan bunyi. Persamaan bunyi itu membuat puisi tersebut semakin indah ketika dibacakan. Berdasarkan jenis rima pertama, dilihat secara vertikal  (persamaan bunyi pada akhir baris dalam satu bait" puisi tersebut menggunakan rima sejajar berpola a-a-a-a. Kedua, dilihat secara horizontal (persamaan bunyi pada setiap kata dalam satu baris) puisi diatas didominasi rima Asonasi, yaitu persamaan vokal pada akhir kata dalam satu baris.

    Pengimajian adalah kata atau susunan yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Puisi diatas menggunakan imaji auditif (pengimajian dengan menggunakan kata-kata atau ungkapan seolah-olah objek yang dicitrakan dapat didengar oleh pembaca) yakni pada larik "suara  para kawula melesat-lesat bak anak panah"

    Kelebihan dari puisi diatas adalah menyindir sesuatu tanpa disadari oleh pembaca. Di balik mengisahkan Dursasana, penyair juga menyindir pemerintahan Indonesia. Seperti pada bait ketiga, orang-orang yang menjadi pejabat negara banyak yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk korupsi misalnya, padahal mereka semua sudah disumpah.  Kekurangannya, banyak kata-kata yang sulit dipahami oleh orang awam, seperti kata hulubalang, digdaya dan banyak lambang-lambang yang susah diartikan, seperti larik "akal sehat  tersesat di selokan belantara".

Essai Citra Perempuan di Lima Cerpen Karya Shoim Anwar.

  Essai Citra Perempuan di Lima Cerpen Karya Shoim Anwar.   Sebagai sebuah karya sastra, cerpen merupkan bentuk komunikasi sang pengaran...