Minggu, 27 Juni 2021

Judika - Mama Papa Larang

     Video klip tersebut di reka ulang oleh mahasiswa bahasa Indonesia sebagai bentuk salah satu karya sastra. Video tersebut terinspirasi dari lagu Judika yang berjudul Mama Papa Larang. Lagu tersebut menceritakan tentang kisah sepasang kekasih yang tidak direstui oleh orangtua perempuannya.

    Meskipun terinsipirasi dari Judika, namun mahasiswa tersebut tidak meniru adegan dari video klip aslinya. Jalan cerita yang disajikan juga berbeda. Jika di video klip judika cuma menampilkan sepasang kekasih yang lagi galau karena tidak mendapat restu, video klip yang dibuat mahasiswa bahasa Indonesia benar-benar menceritakan kisah sepasang kekasih yang orangtuanya tidak merestuinya sampai lelaki itu berjuang dan menemui ibunya.

    Mahasiswa yang bagian vokal cukup menghayati dalam berakting dan cukup baik dalam menyesuaikan lagu dan mulut. Untuk mahasiswa yang lain kurang bagus dan kaku dalam berakting. Jadi terlihat seperti tidak nyata dan kesan haru yang disampaikan tidak bisa dirasakan oleh penonton

Rabu, 16 Juni 2021

Malu Aku Jadi Orang Indonesia

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia

I
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia 

Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia 

Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia

Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini 

II
Langit langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

III
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor
satu,

Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang
curang susah dicari tandingan, 

Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara
hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,

Di negeriku komisi pembelian alat-alat besar, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk
kantung jas safari,

Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen, dan dirjen sejati, agar
orangtua mereka bersenang hati,

Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat
-
sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-
besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,

Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak
putus dilarang-larang,

Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat
belanja modal raksasa,

Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang
saja sementara mereka kalah, kelak perencana dan
pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan
diinjak dan dilunyah lumat-lumat, 

Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak
rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya
dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa Efek
Jakarta secara resmi,

Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima
belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,

Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,

Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror
penonton antarkota cuma karena sebagian sangat kecil
bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor
pertandingan yang disetujui bersama,

Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala
Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala
Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina,
India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah
Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,

Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat
terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur
Koneng, Nipah, Santa Cruz, Irian dan Banyuwangi, ada pula
pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta
terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi terang-terangan, 

Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam
kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di
tumpukan jerami selepas menuai padi.

IV
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

1998

    Pada bait pertama, disebutkan bahwa tokoh aku sebenarnya sudah bangga menjadi orang Indonesia karena negerinya telah berhasil merdeka atas jerih payah sendiri. Baru merdeka enam tahun saja sudah diakui dunia. Ia juga memiliki sahabat dari luar negeri yang justru paham betul akan revolusi Indonesia. Bahkan, juga hafal betul pertempuran Surabaya. Hal tersebut dapat diartikan bahwa justru warga negara asing lebih mengerti bagaimana perjuangan nyata dalam mengartikan sebuah kemerdekaan.

    Pada bait kedua, disebutkan bahwa bagaimana bangganya tokoh aku yang mendapat beasiswa pendidikan di luar negeri. Sayangnya, kebanggaan tersebut semakin lama semakin memudar. Pasalnya hakikat kemerdekaan tak dapat dijaga dengan benar oleh warga negara Indonesia. Kini semua akhlak telah dirusak. Hukum-hukum pun mulai direndahkan. Semua aturan dapat dipermainkan. Norma-norma tak lagi dihiraukan. Kini semua telah rusak. Malu rasanya menjadi warga Indonesia yang dengan susah payahnya berjuang untuk merdeka namun telah dirusak segalanya.

    Pada bait ketiga, berisikan puncak amarah dari sang penyair. Ia membeberkan bagaimana parahnya sistem pemerintahan di Indonesia. Bagaimana bobroknya sistem birokrasi Indonesia. Mulai dari politik, hukum, kebebasan hak warga negara, hingga urusan sepak bola pun dipalsukan. Wajar memang penyair begitu kecewa dan kesal akan sistem pemerintahan Indonesia karena telah melenceng jauh dari tujuan awal kemerdekaan. Malu rasanya mengingat sang pahlawan memperjuangkan harga dirinya untuk menyejahterakan warganya. Jerih payah yang luar biasa dirusak begitu saja.

    Pada bait keempat, menjelaskan bahwa bagaimana malunya penyair melihat keadaan Indonesia yang telah di ujung tanduk. Ia tak menyangka hakikat kemerdekaan mudah saja dipermainkan oleh warga negaranya sendiri. Bahkan ini tidak hanya menyangkut masalah pribadi namun juga seluruh warga Indonesia. Sungguh mereka yang tak bertanggungjawab tidak memikirkan nasib pahlawannya yang pasti sedih melihat kondisi pemerintahan tak sesuai tujuan awalnya. Sungguh malu rasanya apabila diketahui dunia bahwa warganya tak bisa memegang teguh prinsip kemerdekaan sebenarnya.

Sabtu, 05 Juni 2021

Setan Banteng

 Setan Banteng

Dapat dibaca di https://lakonhidup.com/2018/12/22/setan-banteng/

Sinopsis:

    Cerpen tersebut menceritakan tentang serombangan anak laki-laki pada jam istirahat. Rupanya anak-anak SD itu akan melakukan permainan setan banteng. Permainan tersebut dilakukan dengan kapur putih, salah seorang dari anak-anak itu cukup menggambar di lantai, atau kalau tidak ada kapur bisa menggunakan patahan ranting, menggurat di tanah. Anak yang mau menjadi banteng itu pun maju mendekati gambar, menekuk lutut, mengarahkan kepala ke arah gambar seperti mau bersujud. Namun anak itu tidak bersujud, ketika wajahnya mendekati gambar jari-jari tangannya membentuk lingkaran di depan kedua mata, seperti orang yang berpura-pura memegang teropong. Masih seperti mau bersujud, tubuhnya menekuk dengan jari-jari tangan melingkar di depan mata sampai tepat berhadapan dengan gambar makhluk bertanduk yang dimaksudkan sebagai banteng itu. Melalui jari-jari tangannya yang melingkar di depan mata itu, terhubunglah matanya dengan mata banteng.

Tanggapan: 

    Dalam membaca cerpen tersebut mengingatkan saya pada pertunjukkan Bantengan yang terdapat di Jawa Timur. Namun, dalam bantengan di Jawa Timur bukan sesuatu yang untuk dimainkan karena bantengan tersebut erat kaitannya dengan mistis. Jika dalam cerpen setan banteng adalah sebuah permainan, pertunjukan bantengan merupakan kesenian yang lahir dari perguruan pencak silat. Kesenian bantengan diperkirakan sudah ada sejak zaman Kerajaan Singosari. Hal ini dibuktikan dari adanya relief di Candi Jago, Tumpang, Malang, Jawa Timur yang menggambarkan harimau (macan) melawan banteng. Sedangkan di sisi lainnya, juga terdapat gambar tarian menggunakan topeng banteng.

    Setan banteng dan bantengan mempunyai kesamaan, yakni sama-sama mengalami kesurupan. Namun, dalam cara bermainnya banyak perbedaan. Permainan setan banteng tidak menggunakan atribut apapun dan hanya dimainkan oleh satu orang sedangkan kesenian bantengan dimainkan oleh dua orang dalam satu grup yang membentuk satu badan banteng.  Dimana satu orang menjadi kaki depan dan memegang kepala, sedangkan lainnya menjadi kaki belakang sebagai badan banteng. Keduanya bergerak kompak seperti satu tubuh, jiwa, dan roh.


Essai Citra Perempuan di Lima Cerpen Karya Shoim Anwar.

  Essai Citra Perempuan di Lima Cerpen Karya Shoim Anwar.   Sebagai sebuah karya sastra, cerpen merupkan bentuk komunikasi sang pengaran...